Fraksi Rakyat dan DPRD Sukabumi Kritisi Pembalakan Liar di Tanah Enklave TNGHS untuk Wacana Wisata

BERITA, SUKABUMI135 views

SEPUTARSUKABUMI – Permasalahan pengelolaan tanah enklave di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) kembali mencuat, setelah maraknya praktik pembalakan liar (illegal logging) di Blok Cangkuang, Desa Cidahu, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi. Lahan milik masyarakat yang berada di dalam area taman nasional ini kini juga dihadapkan pada wacana pemanfaatan kawasan sebagai arena wisata.

Hasil pantauan menunjukkan bahwa sejumlah titik enklave di perbatasan Sukabumi–Bogor mengalami kerusakan hutan yang cukup parah. Aktivitas penebangan liar terindikasi dilakukan secara terorganisir. Ironisnya, kerusakan terjadi di area yang seharusnya menjadi kawasan konservasi.

Kritik dan Aspirasi Warga

Ketua Fraksi Rakyat, Rozak Daud, yang mewakili Tim Advokasi Warga Cidahu, menyatakan bahwa status hukum khusus tanah enklave tidak boleh dijadikan alasan untuk perambahan liar.

“Enklave itu hak masyarakat, tapi keberadaannya tetap tunduk pada aturan konservasi. Kalau dijadikan ladang illegal logging, ini bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga pengkhianatan terhadap amanah perlindungan hutan,” ungkap Rozak.

Di sisi lain, wacana menjadikan enklave sebagai kawasan wisata alam memicu pro-kontra. Warga berharap jika ada wisata, mereka yang diberi hak untuk mengelola, bukan pihak luar. Rozak menambahkan, pihaknya sedang berupaya melakukan inventarisasi lahan enklave dan berkoordinasi dengan ATR/BPN untuk memastikan status kepemilikan tanah, menegaskan bahwa semua bentuk pemanfaatan harus mengacu pada prinsip konservasi.

Masyarakat lokal berharap ada kejelasan regulasi dan skema yang adil karena status tanah enklave sering membuat posisi mereka serba salah, berada dalam benturan antara hak masyarakat, kepentingan ekonomi, dan mandat perlindungan ekosistem. Para pemerhati lingkungan mendesak pemerintah segera menyiapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis (juklak-juknis) pengelolaan enklave yang jelas.

Sorotan dari DPRD dan Solusi Regulasi

Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi dari Komisi II, Bayu Permana, menanggapi fenomena pembalakan liar di Blok Cangkuang. Ia menilai persoalan ini terjadi karena lemahnya aturan yang mengikat larangan penebangan di kawasan tersebut.

Bayu menjelaskan bahwa areal enklave, meskipun secara administratif di dalam peta kawasan kehutanan, belum memiliki status hukum yang jelas sebagai kawasan konservasi, sehingga dimungkinkan untuk dibuka bagi kegiatan seperti pertanian atau pariwisata.

Namun, ia menekankan pentingnya mempertimbangkan fungsi ekologis kawasan tersebut. Posisi Blok Cangkuang di lereng Gunung Salak memiliki nilai konservasi tinggi karena termasuk dalam satu ekosistem. Oleh karena itu, Bayu berpendapat wilayah enklave ini seharusnya tetap dijadikan kawasan lindung atau konservasi, termasuk melalui penetapan perlindungan daerah setempat atau kearifan lokal.

Bayu menambahkan bahwa fenomena ini menjadi salah satu alasan mengapa Kabupaten Sukabumi perlu segera memiliki Peraturan Daerah tentang pelestarian pengetahuan tradisional dalam perlindungan kawasan sumber air (seperti yang diatur dalam Raperda Patanjala yang sedang disusun). Regulasi ini dinilai penting untuk menjaga wilayah yang secara administratif di luar taman nasional namun memiliki fungsi ekologis vital.

Secara regulasi, hal ini dimungkinkan melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU KSDAE, yang memberi ruang penetapan kawasan konservasi di luar taman nasional. Bayu mengingatkan bahwa fungsi lahan sebagai wilayah konservasi dan perlindungan ekologis harus tetap dijaga untuk keberlanjutan lingkungan dan mitigasi risiko bencana di masa depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed